Saya melihat seorang ibu membawa potongan koran yang berisi iklan promosi barang salah satu toko. Ibu tersebut menemui petugas toko untuk bertanya tentang promosi barang elektronik dengan harga spesial tersebut. Petugas toko hanya mengatakan barangnya sudah habis tanpa memberikan alasan yang jelas, padahal toko baru saja dibuka.
Dari kejadian tersebut dapat kita lihat bahwa kegiatan marketing melalui iklan di koran yang dilakukan manajemen toko ternyata cukup sukses karena ada orang yang datang untuk menanyakan barang promosi tersebut. Namun sayangnya promosi di koran tersebut justru membuat orang kecewa karena barang tersebut ternyata tidak ada atau sudah habis. Ibu tersebut di atas tidak protes dan ini bukan berarti tidak apa-apa tetapi justru bisa berbahaya karena Ibu yang kecewa tadi akan menceritakan pengalamannya kepada orang lain.
Menurut analisa saya, toko tersebut melakukan program marketing yang sangat bagus, yaitu dengan menulis harga yang sangat murah walaupun kenyataannya barang yang dimaksud hanya terbatas. Tujuan manajemen toko tersebut untuk menarik banyak orang agar datang, ternyata sangat efektif. Orang yang menerima informasi tentang promosi tersebut terdorong dan ingin membeli.
Saya yakin, para pembaca juga pernah mengalami hal serupa, walaupun mungkin tidak seekstrim cerita di atas. Kenyataan di lapangan menunjukkan banyak pebisnis sudah membuat strategi marketing yang luar biasa untuk membuat orang aware dan tertarik, namun mereka tidak melakukan strategi eksekusi di lapangan dengan baik. Ini berakibat kegiatan marketing yang dilakukan menjadi tidak efektif dan justru menjadi bumerang karena orang menjadi kecewa dan mungkin kedepannya tidak mau datang lagi ke toko tersebut.
Contoh lain yang pernah saya lihat adalah ketika ada seorang customer yang datang ke sebuah resto. Customer tersebut menunjukkan voucher potongan harga tetapi frontliner yang melayani justru bertanya ‘Bu, ini voucher darimana, koq saya tidak tahu ya’. Pertanyaan itu membuat ibu tadi kaget. Tapi ibu tadi menjawab juga ‘Saya dapat dari salah satu bank’. Lalu frontliner tadi berkata ‘Wah ini pasti marketing kita yang tidak memberi informasi ke saya’.
Dari cerita kedua jelas terlihat bahwa tidak ada koordinasi antara Departemen Marketing dan Bagian Operasional sehingga program yang dibuat oleh Departmen Marketing tidak diketahui oleh frontliner tadi. Koordinasi internal yang tidak berjalan baik akan membuat customer punya presepsi bahwa Anda tidak profesional.
Dalam dunia bisnis, strategi marketing sering disebut sebagai Pull Strategy, yaitu cara menarik orang untuk datang karena suatu tawaran yang menarik baik melalui iklan, bagi voucher, atau cara lainnya. Sedangkan kegiatan pelayanan customer di toko merupakan Push Strategy. Tujuannya adalah membuat orang semakin percaya dengan produk/ jasa yang ditawarkan. Push strategy bisa dilakukan dengan cara memahami keinginan customer, memberikan penjelasan produk dengan baik dan lengkap, dan banyak lagi cara lainnya.
Dua hal tersebut tidak bisa dipisahkan dan harus saling melengkapi. Bisnis akan berjalan dengan baik jika pull strategy didukung dengan push strategy yang tepat. Sebuah survei menyebutkan bahwa peningkatan pelayanan customer (push strategy) akan meningkatkan efektivitas iklan (pull strategy).
Apabila para pebisnis telah memahami bahwa Pull dan Push Strategy harus saling mendukung, maka contoh kejadian yang dialami kedua ibu di atas mungkin tidak akan terjadi. Para pebisnis seharusnya mulai sadar bahwa kegiatan marketing saja tidaklah cukup tanpa didukung dengan pelayanan yang sangat baik (service excellence).